Breaking News

Profil

seocips f G t
Hai, Nama saya Mufarizan saya lahir di kota
Selong-Mt.Baan S. Dsn. Lendang.
Saya Kuliah di STKIP HAMZANWADI Selong-P.FISIKA
ADD sosial Network saya.
Read More »

kalender

Powered by Calendar Labs

efek


goo..!!!

Thursday, 3 November 2016

PENGEMBANGAN MODUL BIMBINGAN SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN INTERAKSI SOSIAL

 Untuk Mendonload Skripsinya Kelik disini


A R T I K E L

PENGEMBANGAN MODUL BIMBINGAN SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN INTERAKSI SOSIAL SISWA SMAN 1 WANASABA LOTIM TAHUN PELAJARAN 2016/2017





Oleh:

RONI IZWARI
NPM. 12100086









JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) HAMZANWADI SELONG
2016

            











PENGEMBANGAN MODUL BIMBINGAN SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN INTERAKSI SOSIAL SISWA SMAN 1 WANASABA TAHUN PELAJARAN 2016/2017.

Roni Izwari
Program Studi Bimbingan dan Konseling

Abstrak: tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan interaksi sosial siswa dengan menggunakan modul bimbingan sosial. Subyek penelitian adalah siswa kelas X SMAN 1 Wanasaba yang berjumlah 60 siswa yang terdiri dari dua kelas yaitu kelas X IIS1 dan kelas X IIS2. Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Borg and Gall yang disederhanakan menjadi 5 langkah yang terdiri dari: 1) Desain penelitian dan pengumpulan data, 2) Perencanaan, 3) Pengembangan draf produk, 4) Uji coba Lapangan, 5) Revisi produk akhir. Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data kuantitatif dan kualitatif. Instrumen pengumpulan data  yang digunakan adalah lembar validasi produk (lembar validasi ahli materi dan tampilan), angket respon siswa, dan angket interaksi sosial. Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data hasil validasi produk data yang digunakan berupa data kuantitatif ke data kualitatif  dengan menggunakan rumus konversi. Hasil penelitian menunjukan bahwa 1). Hasil validasi dari tim ahli validator dari segi materi yaitu dengan nilai rata-rata 4,10 dan dari segi tampilan dengan nilai rata-rata 4,66 sehingga semua aspek bahan bimbingan yang dikembangkan dikategorikan sangat baik 2) respon siswa mendapatkan nilai persentase keseluruhan komponen mencapai 90,51%. 3) hasil angket interaksi sosial siswa kelas X SMAN 1 Wanasaba pada kegiatan uji coba diperoleh data hasil dari angket interaksi sosial pada kelompok kontrol dengan 2224 (73,86) menjadi 2303 (76,76). Sedangkan hasil dari kelompok eksperimen dari 2290 (76,33) menjadi 2565 (85,5) setelah diberikan perlakuan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bahan bimbingan berupa modul bimbingan belajar layak untuk digunakan.

Kata kunci : interaksi sosial, bahan bimbingan sosial











IMPROVING STUDENTS’ SOCIAL INTERACTION UTILIZING SOCIAL MODULE OF SMAN 1 WANASABA
IN ACADEMIC YEAR 2016/2017.

Roni Izwari
Guidance and Counseling Program

Abstract: The purpose of this research was to improve students’ social interaction untilizing  social module. The Subjects of this research were students at  X class of  SMAN 1 Wanasaba consisted of  two class; X IIS2 And X IIS2 class contained 60 students. In this research, the development applied was Borg and Gall model simplified into five steps; those were: 1) designing and collecting data, 2) planning, 3) developing draft of the product, 4) try out, 5) revision. The data gained were quantitative and qualitative data. The Data collection instruments used were product validation sheet (material expert and validation sheets), student’ questionnaire response, and social interaction test. The Data analysis technique used was converting quantitative data to qualitative data. The result of the research showed 1) the material expert mean score of was 4,10 and the lay out mean score was 4,66 categorized excellent 2) the students’ response percentage was 90,51%, and 3) in control group, the students’ questionnaire response score at X class of SMAN 1 Wanasaba was 2224 (73,86) became 2303 (76,76). Meanwhile, the students’ score in experimental group was 2290 (76.33) became 2565 (85,5) after being given treatment. Thus, it can be concluded that guidance social instruction in form of social module was suitable to use.

Keywords: Social Interaction, Guidance Social Instruction

 










A.    Pendahuluan
Manusia sebagai individu ternyata tidak mampu hidup sendiri, dalam menjalani kehidupannya akan senantiasa bersama dan bergantung pada manusia lainnya. Manusia saling membutuhkan dan harus bersosialisasi dengan manusia lain. Hal ini disebabakan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak dapat memenuhinya sendiri. Manusia akan membentuk kelompok-kelompok untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan hidup. Manusia sebagai peribadi adalah berhakikat sosial, artinya, manusia akan senantiasa dan selalu berhubungan dengan orang lain atau selalu membina interaksi sosial.
Interaksi sosial merupakan faktor utama dalam kehidupan sosial. Interaksi sosial adalah hubungan yang dinamis, yang menyangkut hubungan timbal balik antar individu dengan individu, kelompok dengan kelompok ataupun individu dengan kelompok. Sebagaimana menurut ahli yang mengatakan “bentuk interaksi sosial adalah akomodasi, kerja sama persaingan dan pertikaian”, (Herimanto, 2008: 52). Menurut Basrowi (dalam Baharudin, 2008:17) mendefinisikan interaksi sosial merupakan hubungan yang dinamis yang mempertemukan orang dengan orang, kelompok dengan kelompok, maupun orang dengan kelompok manusia.
Apabila dua orang atau lebih bertemu akan terjadi interaksi sosial. Interaksi sosial dapat dalam situasi persahabatan ataupun permusuhan, dapat dengan tutur kata, jabat tangan, bahasa isyarat, atau  tanpa  kontak fisik. Bahkan, hanya dengan bau keringat sudah terjadi interaksi sosial karena telah mengubah perasaan atau saraf orang yang bersangkutan untuk menentukan tindakan.
Dari penjelasan di atas penulis dapat simpulkan bahwa: interaksi sosial adalah suatu bentuk hubungan timbal balik antara individu (orang) dengan individu (orang), antara kelompok dengan individu (orang) atau antar kelompok dengan kelompok yang bersifat dinamis, akan memungkinkan orang bersifat menentang atau menerima sehingga terpenuhnya kebutuhan dan tercapainya tujuan hidup.
Didalam kehidupan sehari-hari sering terjadi kesulitan membangun interaksi sosial yang disebabkan oleh berbagai paktor seperti perbedaan budaya, suku, dan paktor kepribadian seseorang. Didalam  lingkungan sekolah para siswa, guru, staf TU, kepala sekolah,tukang kebun, sekuriti dan penjaga sekolah akan memungkinkan membentuk suatu hubungan, baik antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru-guru atau seterusnya. Namun, didalam membina hubungan kadang-kadang mereka mengalami kesulitan dan kegagalan dalam membina hubungan itu. Masalah ini timbul karena individu kurang mampu berhubungan dengan lingkungan sosialnya yang kurang baik dengan keadaan dirinya. Seperti halnya di lingkungan sekolah tempat saya PPL di SMAN 1 Wanasaba, hasil dari pengamatan selama berlangsungnya pelaksanaan PPL dari tanggal 8 juli sampai 8 oktober banyak kejadian yang terjadi  seperti, perkelahian antar teman, sulit beradaptasi dengan lingkungan sekolah baru, siswa kesulitan dalam membina hubungan yang baik dengan teman dan kurangnya pemahaman mengenai interaksi sosial.
Dan berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Rismayadi Subarja selaku guru BK di sekolah tersebut pada tanggal 21 agustus 2015, mengatakan paktor utama kurangnya interaksi sosial yaitu siswa masih kurang diberikan pemahaman, bagaimana meningkatkan interaksi sosial, jarang diberikan pelayanan bimbingan sosial baik sama guru BK yang ada maupun guru bidang mata pelajaran. Begitu juga dengan hasil wawancara dengan sekelompok siswa kelas X pada tanggal 24 agustus 2015, mengatakan sulitnya membangun interaksi sosial disebabkan oleh paktor kepribadian, adanya teman-teman yang baru, pembawaan lingkungan yang berbeda, perbedaan nada bahasa, dan suasana lingkungan sekolah yang baru.
Berdasarkan permasalahan di atas yang disebabkan oleh kurang mampunya membina hubungan sosial (interaksi sosial) yang pada akhirnya memberikan dampak negatif bagi lingkungan sekolahnya. Dengan demikian para pendidik dan pihak-pihak yang berwenang memiliki kewajiban besar dalam menanggulangi dan mencegah masalah ini, agar siswa memiliki sikap dan nilai-nilai yang baik, mampu bersosialisasi dan mampu menghadapi lingkungan sekolahnya sendiri. Dalam hal  ini guru pembimbing di sekolah memiliki peranan lebih besar dan lebih aktif dalam memberikan berbagai layanan bimbingan konseling agar siswa mampu saling menghormati antar teman, dapat menghargai pendapat teman, mampu bersosialisasi serta adaptasi.
Bimbingan dan konseling merupakan suatu proses bantuan yang diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada individu (konseli) melalui tatap muka atau timbal balik antara keduanya, sehingga konseli mepunyai kemampuan atau kecakapan menemukan masalahnya serta memiliki kemampuan memecahkan masalahnya sendiri (Tohirin, 2013:25). Dari pengertian ini jelaslah bahwa, guru pembimbing (konselor) yang berhak memberikan layanan-layanan bimbingan dan konseling kepada siswa (konseli) melalui timbal balik, sehingga konseli memiliki kemampuan memecahkan masalahya sendiri .
Mengingat masalah di atas yaitu masalah membina hubungan soaial (interaksi sosial) guru pembimbing hendaknya memberikan layanan kepada konseli (siswa) berupa bimbingan sosial. Bimbingan sosial merupakan pelayanan bantuan untuk siswa dalam proses sosialisasi untuk mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosial yang dilandasi budi pekerti yang luhur dan rasa tanggung jawab” (Mulyadi, 2002:4). Pendapat lain menyatakan bahwa: “Bimbingan sosial adalah bantuan yang diberikan kepada siswa dalam mengenal dan berhubungan sosial yang dilandasi budi pekerti luhur, tanggung jawab kemasyarakatan dan kenegaraan” (Prayitno, 1997:132-133).
Dari penjelasan di atas jelaslah bimbingan sosial sangat relevan terhadap masalah interaksi sosial (membina hubungan sosial). Dengan demikian peneliti tertarik mengangkat judul tentang: Pengembangan modul bimbingan sosial untuk meningkatkan interaksi sosial siswa di SMAN 1 Wanasaba Tahun 2016/2017.
B.     Pembahasan
     Pengembangan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengembangan modul bimbingan belajar. Pengembangan modul bimbingan belajar ini dikembangkan berdasarkan prosedur pengembangan model  Borg dan Gall. Pengembangan model desain modul ini tidak hanya diperoleh dari teori dan hasil penelitian, tetapi juga dari pengalaman praktik yang diperoleh dilapangan. Implementasi model desain modul ini memerlukan proses yang sistematis dan menyeluruh. Hal ini diperlukan untuk dapat menciptakan desain modul bimbingan yang mampu digunakan secara optimal dalam mengatasi masalah-masalah siswa khususnya motivasi belajar siswa. Berikut akan dijelaskan pengembangan modul bimbingan belajar yang dikembangkan berdasarkan prosedur pengembangan model Borg dan Gall yang terdiri dari 5 tahap yaitu:
1.        Desain penelitian dan pengumpulan data
Pada tahap ini dilakukan studi pendahuluan atau studi eksploratif untuk mengkaji, menyelidiki, dan mengumpulkan informasi. Langkah ini meliputi kegiatan-kegiatan seperti: analisis kebutuhan, kajian pustaka, observasi awal di kelas, identifikasi permasalahan yang dijumpai dalam pembelajaran, dan juga menghimpun data tentang faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pembelajaran.
2.        Perencanaan
Pada tahap ini, peneliti membuat rencana desain pengembangan produk yakni modul bimbingan belajar untuk memecahkan masalah yang ditemukan pada tahap pertama. Hal-hal yang direncanakan antara lain menetapkan bahan bimbingan sosial, merumuskan tujuan secara bertahap, mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada setiap tahap penelitian dan menguji kelayakan rancangan bahan bimbingan dalam cakupan wilayah terbatas yang bertempat di kelas X SMAN 1 Wanasaba Lombok Timur Tahun Pelajaran 2016/2017. Uji kelayakan bisa dilakukan dengan meminta pertimbangan ahli secara tertulis.
3.        Pengembangan draf produk ada tiga langkah yang dilakukan pada tahap ini :
a.         Pembuatan draf modul bimbingan belajar
b.         Mengumpulkan semua bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan modul
c.         Pembuatan produk berupa modul bimbingan belajar
4.        Uji Coba Lapangan pada tahap ini ada beberapa langkah yang harus dilalui antara lain:
a.         Melakukan review untuk mendapatkan validasi kepada ahli materi dan ahli media
b.         Melakukan uji lapangan
5.        Revisi Terakhir
Sebelum modul dipublikasikan kesasaran pengguna sebenarnya dituju, sangat perlu dilakukan revisi dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari uji ahli dan uji coba lapangan.
Berdasaran hasil validasi dari ahli materi dan ahli tampilan, pada tahap ini dilakukan revisi awal produk sebelum diuji coba di kelas. Produk berupa modul bimbingan belajar direvisi berdasarkan komentar dan saran dari validator materi dan validator tampilan sehingga produk yang dikembangkan layak digunakan di dalam proses bimbingan.
Uji coba dilakukan pada siswa kelas X IIS2 dan X IIS1 yang merupakan kelompok kontrol dan eksperimen di SMAN 1 Wanasaba yang berjumlah 60 orang dan merupakan subyek penelitian. Uji coba dilaksanakan dua tahap yaitu:
a.      Tahap bimbingan
Berdasarkan modul bimbingan dan satuan layanan (satlan) yang dibuat, peneliti melaksanakan kegiatan bimbingan dengan menggunakan media yang sudah ada disebutkan di dalam modul dengan 5 kegiatan bimbingan. Kegiatan awal bimbingan adalah pengenalan diri dan menjelaskan tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti serta memberikan penjelasan singkat tentang proses bimbingan kepada siswa. Kegiatan selanjutnya adalah penyampaian materi bimbingan dengan memberikan simulasi dan permainan agar siswa tidak jenuh. Dalam proses bimbingan yang pertama ini dilakukan secara klasikal siswa mengikuti kegiatan bimbingan dengan cukup antusias dikarenakan awal pembelajaran peneliti memberikan ice breaking, kegiatan ice breaking membawa dampak meningkatnya semangat siswa dalam mengikuti kegiatan bimbingan. akan tetapi ada sebagian siswa yang hanya bermain-main tanpa belajar dalam mengikuti kegiatan bimbingan.  Untuk kegiatan bimbingan  yang kedua siswa semakin antusias dalam mengikuti kegiatan bimbingan, dimana siswa lebih aktif dan semangat. Siswa merasa senang karena dalam kegiatan bimbingan ada ice breaking, bernyanyi dan permainan boom.
b. Tahap Akhir (Evaluasi)
Tahap selanjutnya adalah tahap evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hasil kegiatan bimbingan siswa setelah melakukan bimbingan dengan modul yang dibuat peneliti. Peneliti memberikan angket post-test interaksi sosial siswa dan angket respon siswa terhadap kegiatan bimbingan yang diikuti.
Dari hasil analisis angket interaksi sosial yang dijadikan kelas kontrol setelah diberikan pre-test dan pos-test  terdapat skor tertinggi untuk pre-test adalah = 90 dan skor terendah adalah = 53 dengan jumlah skor keseluruhan = 2224 dan nilai rata-rata = 73,86. Secara spesifik terlihat bahwa jumlah siswa yang kategori tinggi sebanyak 3 orang (10%), jumlah siswa yang kategori sedang 24 (80%) orang dan jumlah siswa yang kategori rendah 3 orang (10%).
Selanjutnya setelah diberikan pos-test terdapat skor tertinggi = 92 dan skor terendah adalah = 55 dengan jumlah skor keseluruhan = 2303 dan nilai rata-rata = 76,76. Secara spesifik terlihat bahwa jumlah siswa yang kategori tinggi sebanyak 6 orang (20%), jumlah siswa yang kategori sedang sebanyak 22 orang (73,33%), dan jumlah siswa yang kategori rendah sebanyak 2 orang (6,66%), (lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 5).
Sedangkan dari hasil analisis angket interaksi sosial yang dijadikan kelompok eksperimen setelah diberikan pre-test dan pos-test  terdapat skor tertinggi untuk pre-test adalah = 98 dan skor terendah adalah = 53, dengan jumlah skor keseluruhan = 2290 dan nilai rata-rata = 76,33. Secara spesifik terlihat bahwa jumlah siswa yang kategori tinggi sebanyak 5 orang (16,66%), jumlah siswa yang kategori sedang 21 (70%) orang, dan jumlah siswa yang kategori rendah 4 orang (13,33%).
Bahwa hasil pengukuran pos-test dari 30 siswa yang mendapat perlakuan, diperoleh jumlah sekor total = 2565, dengan nilai rata-rata = 85,5, dengan skor tertinggi = 99, dan sekor terendah = 68. Secara spesifik terlihat bahwa jumlah anak yang kategori tinggi sebanyak 16 siswa atau 53,33%, jumlah siswa kategori sedang adalah sebanyak 14 siswa atau 46,66%, sedangkan jumlah siswa kategori rendah adalah sebanyak 0 siswa atau 0%, (lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 8). Jika dilihat perbandingan dari skor sebelum diberikan perlakuan pre-test dengan jumlah skor 2290, dan skor setelah diberikan perlakuan pos-test yaitu kegiatan bimbingan melalui bahan bimbingan belajar  dengan jumlah skor 2565. Dari hasil skor tersebut dapat kita lihat perbandingan skor antara hasil pre-test dan post-test yaitu 275  dan hasil dari pengkategorian meningkat, yaitu 16 orang atau 53,33%. Jadi hasil pengukuran post-test dengan membandingkannya hasil sebelumnya maka hasil yang diproleh meningkat.
Alat bantu berupa modul bimbingan sosial dibuat dan dapat digunakan karena modul sudah divalidasi terlebih dahulu oleh tim ahli dan dilakukan uji coba pada siswa. Kesulitan dalam membangun interaksi sosial yang sering terjadi terutama pada siswa baru akan menyebabkan hambatan dalam proses belajar mengajar. Untuk itu proses interaksi sosial harus mampu membuat semua siswa terlibat aktif, inovatif dan kreatif serta siswa selalu mengedepankan jiwa sosial yang positif.
Hasil observasi di lingkungan SMAN 1 Wanasaba khususnya pada  kelas X didapatkan bahwa sejumlah siswa kesulitan dalam membangun interaksi sosial, kesulitan  beradaptasi dengan lingkungan sekolah barunya, kesulitan membangun komunikasi dengan teman barunya, terjadi perkelahian, bahkan banyak siswa yang tidak mengenal sebagian gurunya, itu artinya pada dasarnya karena kurang membangun interaksi sosial. Dari masalah yang muncul ini peneliti tergugah untuk membuat modul agar siswa yang memiliki interaksi sosial rendah, lebih aktif dalam membangun interaksi sosial di sekolah, keluarga, maupun di lingkungan masyarakat . Modul bimbingan sosial ini dibuat untuk guru BK sehingga dapat dipraktikan kepada siswanya agar dapat membantu meningkatkan interaksi sosial siswa, karena interaksi sosial itu penting dalam kehidupan sehari-hari.
Ketika  proses bimbingan dilakukan sejak awal sudah agak terlihat cukup antusias, siswa merespon dan tertarik, dikarenakan peneliti memakai ice breaking diawal memulai bimbingan dengan maksud menumbuhkan semangat belajar siswa. Siswa bersemangat dan ikut aktif dalam proses bimbingan dengan sajian yang menarik diberikan ice breaking dan menggunakan media yang bervariatif. Untuk selanjutnya pada tahap kedua siswa semakin antusias dalam mengikuti kegiatan bimbingan, dimana siswa lebih aktif dan semangat. Siswa merasa senang karena dalam bimbingan diawali dengan ice breaking, bernyanyi, dan permainan melatih konsentrasi. begitu juga dalam kegiatan bimbingan selanjutnya.
Selain itu, siswa juga bisa memahami materi yang disajikan sesuai dengan karakteristik siswa. Akan tetapi pada saat kegiatan bimbingan berlangsung terdapat beberapa faktor yang mengganggu siswa dalam proses bimbingan, seperti keadaan kelas yang kurang nyaman bagi siswa dikarenakan sinar matahari masuk dalam ruangan serta ada sebagian siswa suka mengganggu temannya pada waktu belajar. Meski demikian siswa tetap semangat dalam mengikuti kegiatan bimbingan. karena peniliti menggunakan kegiatan ice breaking diawal bimbingan.
Peneliti berusaha membangun hubungan yang baik antara siswa dengan peneliti serta antara siswa itu sendiri.  Dalam bimbingan yang dilakukan oleh peneliti berbagai media seperti penerapan ice breaking, penampilan modul lewat LCD, yang bertujuan untuk meningkatkan interaksi sosial siswa dalam proses belajar.
Meskipun dalam proses bimbingan modul bimbingan sosial ini sudah layak untuk digunakan, akan tetapi masih membutuhkan komentar dan saran sebagai acuan perbaikan pada produk yang dikembangkan guna menutupi kekurangan pada modul yang berdampak pada hasil pengentasan masalah yang dihadapi siswa.
C.    Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian ini,  pengembangan modul bimbingan sosial untuk meingkatkan interaksi sosial   siswa dapat disimpulkan sebagai berikut:
   Produk berupa modul bimbingan belajar yang dikembangkan ini telah dinilai dan divalidasi oleh validator. Hasil yang didapatkan adalah dari segi materi dikategorikan “sangat baik”, dengan skor 78 dari segi tampilan  dikategorikan “sangat baik”, dengan skor 42 sehingga produk berupa modul bimbingan ini dinyatakan dapat atau layak digunakan dalam kegiatan bimbingan.
    Dari hasil pre-test dan post-test setelah menggunakan modul bimbingan belajar yang dikembangkan, diperoleh hasil angket meningkat  yaitu dari 76,33 ke 85,5. dan respon terhadap modul bimbingan belajar yaitu siswa lebih dominan respon “ya” dari respon “tidak” terhadap bimbingan yang dilakukan. Dengan demikian, hasil akhir yang diperoleh bahwa modul yang dihasilkan “efektif” dan bisa dimanfaatkan sebagai penunjang dalam proses bimbingan.
D.    Saran
Beberapa saran yang dapat penulis kemukakan sehubungan dengan hasil penelitian ini, diantaranya adalah:
1.        Pemanfaatan
Bahan produk bimbingan yang berbentuk modul bimbingan sosial dilengkapi dengan langkah-langkah pelaksanaan dan media yang digunakan. Terbukti dalam penelitian ini mampu meningkatkan interaksi sosial siswa. Peneliti berharap bahan bimbingan ini, yang berupa modul bimbingan sosial bermanfaat dalam proses bimbingan yang dilakukan oleh guru BK, khususnya pada layanan klasikal dan layanan yang lain pada umumnya.
2.        Pengembangan Produk Selanjutnya
Modul bimbingan  yang dihasilkan pada penelitian pengembangan ini masih sangat sederhana dan terbatas pada bimbingan sosial dalam meningkatkan interaksi sosial siswa saja dengan lima materi. Sehingga disarankan untuk diadakannya penelitian yang lebih mendalam tentang modul bimbingan belajar yakni dengan mengembangkan modul yang lebih kompleks dan baik terhadap materi-materi lain ataupun dengan menguji tingkat keefektifan modul dalam proses bimbingan.





















DAFTAR PUSTAKA
Aeni Huratul. 2011. Hubungan Antara Intensitas Bimbingan Sosial Dengan Tingkat Penyimpanggan Perilaku Pada Siswa SMKN 1 Lingsar Tahun Pelajaran 2010/2011.Skripsi. Mataram: IKIP Mataram.
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Baharuddin. 2008. Sosiologi Dan Pendidikan. Yogyakarta: Genta Press

Djmhur. dan Moh.Surya.1996. Bimbingan Dan Penyuluhan Di sekolah. Bandung: CV.Ilmu

Depdikbud. 1994. Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan Dan Konseling Kurikulum SMU. Jakarta: Direktorat Dikmenum, Dirjen Dikdasmen.

Herimanto dan Winarno. 2008. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

Hikmawati Fenti. 2012. Bimbingan Konseling. Jakarta: Raja Grapindo Persada.

Mulyadi, Agus. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta: Depdiknas.


No comments:

Post a Comment

Designed By VungTauZ.Com